ArahBatin.com | Dalam kitab Ighâtsatu al-Lahfân (25-26), Imam Ibnu Qayyim ─semoga Allah Swt. merahmatinya─ berkata:
Penyakit hati ada dua jenis. Pertama, jenis yang pemiliknya tidak merasakan deritanya secara langsung. Ini ialah jenis seperti penyakit kebodohan, penyakit syubhat dan keraguan, serta penyakit syahwat. Dan ini adalah yang paling berat penderitaannya di antara kedua jenis ini. Tetapi karena kerusakan hati, ia tidak bisa merasakan penderitaan. Dan juga karena kemabukannya dengan kebodohan dan hawa nafsu telah menghalanginya untuk mengindrai rasa sakit. Jika tidak, maka rasa sakit itu ada dan terjadi di dalamnya. Rasa sakit itu tertutup darinya oleh kesibukannya dengan kebalikannya. Ini adalah yang paling berbahaya dan paling sulit diobati di antara dua penyakit. Yang bisa mengobatinya adalah para rasul dan para pengikut mereka. Merekalah dokter bagi penyakit ini.
Kedua, penyakit yang mengganggu pemiliknya secara langsung, seperti kecemasan, kesusahan, kesedihan, dan kemarahan. Penyakit ini bisa dihilangkan dengan obat-obat biasa, seperti dengan menghilangkan sebab-sebabnya, atau mengobatinya dengan kebalikan dari sebab-sebab itu dan apa yang dapat menangkal efeknya meskipun ia masih ada. Demikianlah, sebagaimana hati kadang merasa sakit akibat rasa sakit yang menimpa tubuh dan menderita akibat penderitaan yang menimpa tubuh, begitu pula tubuh sering kali merasa sakit akibat rasa sakit yang menimpa hati dan menderita akibat penderitaan yang menimpanya.
Penyakit-penyakit hati yang bisa diobati dengan obat-obat biasa masuk ke dalam kategori penyakit tubuh. Dan penyakit-penyakit ini, jika tidak disertai dengan yang lain, bisa jadi tidak akan mengakibatkan penderitaan dan azab setelah kematian. Adapun penyakit-penyakit yang tidak bisa dihilangkan kecuali dengan obat-obat keimanan dan kenabian, penyakit-penyakit inilah yang akan mengakibatkan penderitaan dan azab yang abadi, jika tidak segera diobati dengan obat-obatnya yang dapat melawannya.
Jika obat-obat itu digunakan, maka dia akan sembuh. Karena itu di-katakan: Kemarahannya telah sembuh (reda). Jika musuhnya menguasainya, maka itu akan menyakitkannya. Dan jika dia bisa membalas, maka hatinya akan lega. Allah Swt. berfirman,
قَاتِلُوهُمْ يُعَذِّبْهُمُ اللَّهُ بِأَيْدِيكُمْ وَيُخْزِهِمْ وَيَنْصُرْ كُمْ عَلَيْهِمْ وَيَشْفِ صُدُورَ قَوْمٍ مُؤْمِنِينَ وَيُذْهِبْ غَيْظَ قُلُوبِهِمْ وَيَتُوبُ اللَّهُ عَلَى مَنْ يَشَاءُ
“Perangilah mereka, maka Allah akan menyiksa mereka dengan (perantaraan) tangan kalian, menghinakan mereka, menolong kalian (dengan kemenangan) dari mereka, melegakan hati orang-orang yang beriman, menghilangkan ke-marahan hati mereka (orang-orang mukmin), dan menerima taubat orang yang Dia kehendaki.” (QS: At-Taubah [9]: 14-15). Dia memerintahkan mereka untuk memerangi musuh mereka dan memberitahukan kepada mereka bahwa di dalamnya terdapat enam faedah.
Kemarahan itu menyakitkan hati. Dan kesembuhannya adalah dengan mengobati kemarahan itu. Jika dia mengobatinya dengan kebenaran, maka dia akan sembuh. Dan jika dia mengobatinya dengan kezhaliman dan kebatilan, maka dia akan bertambah sakit, padahal dia menyangka telah mengobatinya. Sama halnya dengan orang yang mengobati penyakit asmara dengan berbuat maksiat dengan orang yang dicintai. Itu hanya akan membuatnya bertambah sakit dan akan menimbulkan penyakit-penyakit lain yang lebih sulit disembuhkan daripada penyakit asmara, sebagaimana akan dijelaskan, insyaallah.
Kesusahan, kecemasan, dan kesedihan juga merupakan penyakit-penyakit hati. Dan obatnya adalah kebalikan-kebalikkannya, seperti kegembiraan dan kebahagiaan. Jika itu dengan kebenaran, maka hati akan sembuh dan sehat dari penyakitnya. Dan jika dengan kebatilan, maka penyakit itu akan tersembunyi, tertutup, dan tidak hilang, akhirnya akan melahirkan penyakit-penyakit lain yang lebih sulit disembuhkan dan lebih berbahaya.
Kebodohan juga merupakan penyakit yang menyakitkan hati. Di antara mereka ada yang mengobatinya dengan ilmu-ilmu yang tak bermanfaat. Dan dia yakin bahwa dia telah sembuh dari penyakit tersebut dengan ilmu-ilmu itu. Padahal kenyataannya, ilmu-ilmu itu justru semakin memperparah penyakitnya. Tetapi hatinya disibukkan dengan ilmu-ilmu itu, sehingga tidak bisa menginderai rasa sakit yang tersembunyi di dalamnya, disebabkan kebodohannya akan ilmu-ilmu yang bermanfaat, yang merupakan syarat bagi kesehatan dan kesembuhannya. Berkaitan dengan orang-orang yang memberi fatwa dengan kebodohan, sehingga orang yang diberi fatwa mati, Nabi Saw. bersabda,
قَتَلُوهُ قَتَلَهُمْ اللَّهُ، أَلَا سَأَلُوا إِذْ لَمْ يَعْلَمُوا فَإِنَّمَا شِفَاءُ الْعِيِّ السُّؤَالُ
“Mereka telah membunuhnya, semoga Allah melaknat mereka. Kenapa mereka tidak bertanya jika tidak tahu? Sesungguhnya obat kebodohan itu adalah bertanya.” Dia menjadikan kebodohan sebagai penyakit. Dan obatnya ialah bertanya kepada ahli ilmu.
Orang yang ragu dan bimbang akan sesuatu juga menderita hatinya sampai dia memperoleh pengetahuan dan keyakinan. Dan karena keraguan itu menimbulkan panas dalam hati, maka dikatakan terhadap orang yang telah memperoleh keyakinan: Hatinya telah dingin, dan dia telah memperoleh dinginnya keyakinan.
Disadur dari Buku Syekh Mutawalli Asy-Sya’rawi. Mau Sampai Kapan Sakit Hati. Keira Publishing.