ArahBatin.com | Tak semua wali yang diberikan karomah lebih utama daripada wali yang tidak punya karomah secara mutlak. Bahkan, karomah itu justru muncul didorong oleh lemahnya keyakinan atau tekad seorang wali. Maka, disegerakanlah karomah itu bagi wali yang dikehendaki mendapatkan pertolongan hingga hilanglah dua hal itu atau salah satunya. Bahkan, karomah juga terjadi bagi seorang muhibb (pecinta Allah) atau zahid (orang yang menanggalkan hatinya dari dunia dan keduniaan), sementara karomah itu tak terjadi pada orang arif meskipun tingkatan makrifat lebih tinggi daripada mahabbah menurut mayoritas ulama sufi, sementara terhadap makrifat semua ahli sufi sepakat bahwa ia lebih utama daripada zuhud. Pasalnya, zuhud adalah makam yang menduduki peringkat permulaan, sementara mahabbah adalah hal permulaan sebagai hasil dari upaya melintasi makam-makam kesufian. Hal tersebut juga didukung oleh pernyataan Abu Yazid r.a. dalam satu ungkapannya, “Orang yang arif terbang, sementara yang zuhud berjalan”, dan dalam kesempatan lain beliau berkata, “Bagaimana mungkin orang yang jalan dapat menyusul orang yang terbang?”
Dzun Nun Al-Mishri berkata, “Para ahli zuhud adalah para raja di akhirat, sementara mereka miskin kemakrifatan.” Dari pernyataan mereka dapat disimpulkan bahwa faktor keutamaan hanya ditimbulkan oleh kuatnya keyakinan dan kesempurnaan makrifat kepada Allah. Tegasnya, orang yang paling kuat keyakiannya dan paling sempurna kemakrifatannya maka dialah yang lebih utama.
Karenanya, Penghulu Kaum Sufi Syekh Abu Al-Qasim Al-Junaid—semoga Allah menyucikan ruhnya—berkata, “Orang-orang berjalan di atas air bekalnya adalah keyakinan, sementara orang yang lebih utama keyakinanya malah mati kehausan.” Katanya lagi, “Yakin itu hilangnya keraguan saat menyaksikan kegaiban.”
Sahal At-Tustari berkata, “Hati yang belum bisa tenang oleh sesuatu yang bukan Allah diharamkan mencium wewangian yakin.”
Namun demikian, Anda juga tak perlu bingung terkait keterangan sebelumnya yang menjelaskan siapa yang paling utama secara mutlak antara pecinta, orang yang zuhud dan arif. Sebab, keutamaan yang dimaksud hanyalah manakah yang lebih dominan antara mahabbah dan makrifat. Bisa jadi seorang sufi didominasi oleh sakar, mahabbah, syiddah al-haiman dan kerinduan mendalam terhadap Sang Kekasih (Al-Haqq). Sementara sufi yang lain didominasi oleh musyahadah, tersingkapnya rahasia, pengetahuan (hakiki) dan keseringan tajali, yang dibarengi kestabilan halnya dalam mahabbah dari semua hal yang ia rasakan. Maka, jadilah ia orang yang paling banyak makrifatnya, sementara yang disebutkan pertama tadi masih berkutat dalam kerinduan dan mabuk kepayang. Karenanya, para muhaqqiq dari kalangan sufi menegaskan, “Mahabbah itu tenggelam dalam kelezatan, sementara makrifat adalah penyaksian terhadap kebaikan dan fana` dalam ujian.” Sekian.
Perlu Anda ketahui pula, yakin adalah puncak kemakrifatan, dan ia terbagi dalam 3 tingkatan: pertama, ‘ilmul yaqin, yaitu keyakinan yang didapat dari proses abstraksi dan mencari dalil. Kedua, ‘ainul yaqin, yaitu keyakinan yang didapat melalui nawal (anugerah Allah) dan pengungkapan secara konkret. Ketiga, haqqul yaqin yaitu keyakinan yang didapat dari menyaksikan kegaiban seperti orang yang melihat dengan mata (benar-benar melihat dengan mata di kepala). ‘Ilmul yaqin untuk para wali, ‘ainul yaqin untuk para wali khawash (tertentu), sementara haqqul yaqin hanya untuk para nabi, dan hanya Nabi kita Muhammad Saw. yang tahu akan hakikatnya.
Disadur dari buku At-Tarmasi, Muhammad Mahfudz bin Abdullah. Nabi Khidir & Keramat Para Wali. Sahifa