لا َيَكُنْ طَلَبُكَ تَسَبُّبًا إِلَى اْلعَطَاءِ مِنْهُ فَيَقِلَّ فَهْمُكَ عَنْهُ ، وَلْيَكُنْ طَلَبُكَ لِإِظْهَارِ اْلعُبُوْدِيَّةِ وَقِيَامًا بِحَقِّ الرُّبُوْبِيَّةِ
Jangan sampai permintaanmu kau jadikan sebagai sebab pemberian sehingga kau kurang memahami-Nya. Namun, jadikanlah permintaanmu sebagai sarana untuk memperlihatkan ubudiyah dan untuk melaksanakan hak-hak rububiyah.
Jangan kau tujukan permintaan dan amal salehmu kepada-Nya untuk mendapatkan karunia-Nya. Jangan pula kau yakini bahwa semua permintaan dan amal salehmu itu adalah sebab datangnya karunia, sehingga pemahamanmu tentang Allah dan hikmah-Nya dalam memerintahkan hamba-Nya untuk berdoa menjadi berkurang.
Tetapi, jadikanlah permintaanmu sebagai bentuk penghambaanmu kepada-Nya, atau untuk menampakkan status kehambaanmu yang hina, lemah, dan amat membutuhkan pertolongan Tuhan, serta untuk melaksanakan hak-hak rububiyah-Nya. Karena rububiyah menuntut kerendahan diri dan ketertundukan orang yang menyembah-Nya.
Maksudnya, Allah Swt. tidak memerintahkan hamba-Nya meminta dan berdoa kecuali untuk menampakkan rasa butuh mereka kepada-Nya dan menyatakan kehinaan dan kelemahan mereka di hadapan-Nya, bukan untuk menjadikan doa itu sebagai sebab mendapatkan apa yang diminta dan diinginkan mereka. Inilah pemahaman para ‘ârifîn tentang Allah.
Siapa yang keadaannya seperti itu, maka permintaannya tak akan pernah terputus dan keinginannya tak akan pernah terhenti walaupun Allah selalu mewujudkan semua permintaannya dan mengaruniakan semua keinginannya. Karena ia tidak pernah membeda-bedakan antara; ketika Allah memberi dan ketika Allah menahan pemberian-Nya. Dengan begitu, dalam semua keadaan tersebut, ia tetap menjadi hamba Allah dan Allah pun tetap sebagai Tuhannya.
Amat buruk jika seorang hamba memalingkan wajahnya dari pintu Tuhannya setelah Dia memenuhi segala keinginannya.
كَيْفَ يَكُوْنُ طَلَبُكَ اللاَّحِقُ سَبَبًا فِي عَطَائِهِ السَّابِقِ !؟
Bagaimana mungkin permintaanmu yang datangnya kemudian menjadi sebab bagi pemberian-Nya yang sudah ditentukan sebelumnya?
Bagaimana mungkin permintaanmu sekarang ini menjadi sebab pemberian Allah atas sesuatu yang sudah ditetapkan-Nya sejak zaman azali?. Karena pemberian Allah merupakan hubungan antara kehendak-Nya di masa azali dengan pelaksanaannya yang juga sejak azali. Di dalamnya, permintaan tidak menjadi sebab, karena permintaan itu datang belakangan setelah pemberian. Padahal, sebab seharusnya datang terlebih dahulu daripada akibatnya. Oleh sebab itu, Ibnu Atha’illah berkata: