Telah menjadi hal yang telah disepakati oleh seluruh kalangan muslim penjuru dunia bahwasannya Rasulullah SAW merupakan sosok yang patut untuk diteladani, dan hal itu sebagaimana telah difirmankan oleh Allah ta’ala pada Q.S al-Ahzab [33]: 21.
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِيْ رَسُوْلِ اللّٰهِ اُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَنْ كَانَ يَرْجُوا اللّٰهَ وَالْيَوْمَ الْاٰخِرَ وَذَكَرَ اللّٰهَ كَثِيْرًاۗ | ٢١ الاحزاب/33: 21
Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah.
Bahkan, sampai detik ini, kita dapat menjumpai beberapa kalangan non-muslim yang menjadikan Rasulullah SAW sebagai tokoh nomor satu di dunia ini, seperti Gustavo Le Bon, Sir Arnold Walker Thomas, Alphonso de Lamartine, George Bernard Show dan lain-lain sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Prof. Raghib As-Sirjani. Oleh sebab itu, sebenarnya keteladanan Rasulullah SAW dalam realita membawakan sebuah alternatif yang efektif untuk menuntaskan segala problematika di dunia ini, khususnya yang ramai dibincangkan dewasa kini, yaitu permasalahan kesehatan psikis/mental. Situasi dinamika global yang semakin canggih saat ini disamping memberikan dampak yang positif, memberikan dampak yang negatif juga terhadap psikis/mental masyarakat dunia. Sebagaimana telah dikutip oleh Prof. Syamsu Yusuf LN (Guru Besar Universitas Pendidikan Indonesia) mengutip pernyataan Rusdi Muslim setidaknya ada enam problem yang bersangkutan dengan hal tersebut, yaitu: (1) ketegangan fisik dan psikis, (2) kehidupan yang serba rumit, (3) kekhawatiran/kecemasan akan masa depan, (4) makin tidak manusiawinya hubungan antar individu, (5) rasa terasing dari anggota keluarga dan anggota masyarakat lainnya, (6) renggangnya tali hubungan kekeluargaan, (7) terjadinya penyimpangan moral dan sistem nilai, dan (8) hilangnya identitas diri. Sejatinya, ketika masalah tersebut telah menimpa dunia saat ini, sudah semestinya solusi-solusi yang bersumberkan dari sunnah Nabi Muhammad SAW di ambil.
Berdasarkan beberapa kajian histori/biografi kehidupan Nabi Muhammad dari berbagai sudut pandang dapat ditemukan sebuah fakta universal bahwa dakwah Nabi Muhammad SAW dan pendidikannya mampu meredakan permasalahan psikis umat manusia, hal itu dibuktikan dengan keluhuran akhlak beliau nan agung. Guna menunjukkan bukti tersebut, penulis hendak mengambil pelajaran dari terjemahan karya Prof. Raghib As-Sirjani yang berjudul “Siapa Tak Sayang, Takkan Disayang” dan “Nabi Sang Penyayang” dimana buku tersebut menjelaskan tentang kasih sayang Nabi dari berbagai sudut pandang; serta terjemahan karya dari Syeikh Abdul Fattah Abu Ghuddah yang berjudul Rasulullah SAW Sang Guru yang mana buku tersebut menjelaskan tentang pendidikan ala Rasulullah SAW yang mengagumkan. Di mulai dari aspek kasih sayang Baginda yang begitu universal, Baginda memanglah sosok yang diutus sebagai rahmat untuk semesta alam sebagaimana firman Allah pada Q.S al-Anbiya‘ [21]: 107,
وَمَآ اَرْسَلْنٰكَ اِلَّا رَحْمَةً لِّلْعٰلَمِيْنَ | ١٠٧ الانبياۤء/21: 107
Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam.
Rahmat merupakan kasih sayang. Dengan kasih sayang tersebutlah Rasulullah SAW mendakwahkan agama Islam, siapapun yang memeluk ajaran Islam dan keberhasilan dakwah Rasulullah sama sekali tidak ada paksaan, mereka memeluk agama Islam dengan suka rela, dan menjalankan agama Islam dengan penuh keridhaan. Tentu faktor ramahnya Rasulullah dalam mengajarkan Islam menjadi faktor utama akan hal ini. Lantas seperti apakah Rasulullah SAW mengajarkan agama Islam? Tentu kita tidak akan melupakan kisah seorang pemuda yang meminta izin kepada Nabi Muhammad SAW untuk berzina sebagaimana terekam dalam hadis riwayat Ahmad dan Ath-Thabrani. Rasulullah menasehatinya dengan tenang tanpa dan menenangkan kegaduhan masyarakat pada saat itu, agar hati pemuda tersebut terbuka untuk mampu mencegah perbuatan haram dan memalukan tersebut.
Dengan kelembutannya dan mengajak dialog santun bersama pemuda tersebut, Nabiyullah mampu membersihkan penyakit psikisnya berupa keinginannya untuk berzina tersebut, bahkan dengan dialog tadi Baginda mampu menjadikan pemuda tersebut tidak tergiur untuk melampiaskan syahwatnya di tempat yang salah. Ada hal yang lebih menakjubkan lagi, ketika umat Rasulullah sedang dilanda kesusahan semisal terlilit hurang, beliau menghiburnya bahkan berusaha keras untuk melunasi hutang anggota umatnya, ditambah dengan mengajarkan doa-doa tertentu untuk hal tersebut. Lebih jauh daripada itu, Rasulullah mengajarkan umatnya untuk saling berbuat yang terbaik terhadap saudaranya, minimal dengan memberikan senyuman apabila tidak mampu melakukan apa-apa. Selain hal-hal tersebut, Rasulullah SAW pun menyayangi siapapun, termasuk kalangan yang jahil (bodoh), seperti yang dikisahkan tentang orang Arab Badui yang sedang solat lalu dia menjawab bersin dari orang lain, setelah dimaki oleh orang lain, tapi Rasulullah SAW menasehatinya dengan lemah lembut, sehingga beliau memanglah menjadi guru tervaforit baginya. Tentu saja, dengan hal-hal yang telah dijelaskan ini, sudah menjadi terang bahwa akhlak Nabi Muhammad SAW mampu meredakan gejolak psikis negatif masyarakat, sehingga dengan meneladani akhlaknya diharapkan segala masalah interpersonal seseorang bisa sembuh dengan cepat. Maka dari itu, sudah selayaknya akhak Rasulullah SAW ini menjadi penampakan terindah di muka bumi saat ini agar dapat menciptakan psikis masyarakat yang tentram.
Oleh:
Luqman
Mahasiswa S1 Prodi Ilmu Pendidikan Agama Islam
Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung