
فَالتَّوْبُ مِفْتَاحٌ لِكُلِّ طَاعَةٍ وَأَسَاسُ كُلِّ الْخَيْرِ أَجْمَعَ أَشْمَلاَ
Taubat merupakan kunci dari segala ibadah dan menjadi pondasi dari semua kebaikan.
Diwajibkannya taubat itu sebab taubat adalah pembuka semua bentuk ketaatan dan dasar atau pondasi dari semua amal kebaikan.
Penjelasan
Taubat merupakan kunci dan alat pembuka semua bentuk ketaatan, kunci pembuka urusan agama dan dunia, juga sebagai dasar atau pondasi semua amal kebaikan. Taubat ibarat bumi, benih amal kebaikan tidak akan tumbuh jika tidak ditanam di bumi taubat, karena ketaatan yang disertai kemaksiatan itu tidak ada manfaatnya, sebuah gedung tidak akan mampu berdiri kokoh tanpa pondasi yang kuat, taubat laksana pondasi, orang yang belum bertaubat tidak bisa menjalankan ketaatan. Orang yang tidak memiliki bumi tidak bisa menanam dan membangun apapun, begitu pula orang yang belum bertaubat, tidak bisa menanam ketaatan dan amal kebaikan. Orang yang belum bertaubat tidak memiliki hal, maqam, tidak menemukan warid dan tidak akan muncul amal kebaikan darinya.
Dalam kitab Risalah al-Qudsiyyah karya Syekh Zainuddin al-Khawafi disebutkan: “Orang yang mubtadi (pemula) itu memiliki dosa pada tujuh anggota dan amalnya, orang yang mutawassith (pertengahan) memiliki dosa di ahwal-nya. Seorang mutawassith yang memiliki azm untuk melakukan atau meninggalkan sesuatu, kemudian tidak jadi melakukan atau tidak jadi meninggalkan, maka itu sudah termasuk dosa. Misalnya, azm untuk taslim dan tawakkal pada Allah Swt. dan meninggalkan mengatur dirinya, maka ketika tidak melaksanakan azm nya dengan tidak taslim, sibuk mengatur pekerjaannya, maka hal itu sudah termasuk dosa dan harus bertaubat. Jika tidak mau bertaubat dan tidak meminta ampunan pada Allah Swt., maka derajat nya di sisi Allah tidak akan pernah naik, malah turun.
Begitu pula ketika salik mutawassith menyengaja untuk melanggengkan hatinya hanya untuk mahabbah pada Allah Swt., meninggalkan kecondongan hati pada selain-Nya, jika tidak jadi melakukan-nya, maka dia berdosa, jika tidak bertaubat dan merendahkan diri di hadapan Allah Swt. dengan cara meminta ampunan, maka dia tidak bisa mendekatkan diri pada Allah Swt. Adapun orang tingkatan muntaha maka dosanya adalah dosa yang besar juga siksa yang besar. Karena bagi muntaha, ketika hatinya lupa atau merasa ada sesuatu yang bisa memberikan kebaikan selain Allah Swt., maka dia akan disiksa dengan hinanya hijab. Na’udzubillah
Kesimpulannya, taubatnya orang awam itu dari dosa-dosa zhahir yang dilakukan 7 (tujuh) anggotanya. Taubatnya orang khawas itu dari lupa mengingat Allah, tidak melaksanakan azm dan janjinya. Taubatnya orang khawasul khawas itu dari dosa berupa kecenderungan hati kepada sesuatu selain Allah Swt.
فَإِنِ ابْتُلِيْتَ بِغَفْلَةٍ أَوْصُحْبَةٍ فِي مَجْلِسٍ فَتَدَارَكَنَّ مُهَرْوِلاَ
Ketika engkau mendapat cobaan, yaitu lalai atau bergaul (dengan orang-orang yang buruk perangainya) dalam suatu pertemuan, maka bergegaslah (memperbarui taubatmu!).
Apabila kamu mendapat cobaan, yaitu lupa, sehingga tidak bisa bertaubat dan muhasabah, atau berkumpul dan bergaul dengan orang yang buruk perangainya, sehingga menyebabkan terlambat melakukan taubat dan muhasabah diri, maka bersegeralah bertaubat dan mengqadha’ yang terlewat, jangan ditunda-tunda.
Penjelasan
Taubat adalah kunci dari semua ketaatan dan pondasi dari semua amal kebaikan, sedangkan apabila mendapat cobaan berupa lupa sehingga lalai untuk bertaubat dan muhasabah, atau berkumpul dengan orang-orang yang bertabiat buruk, sehingga lalai dari melakukan aurad dan amal-amal kebaikan, maka bersegeralah untuk mengqadha’, jangan ditunda-tunda.
Disadur dari Buku Tasawuf KH. Sholeh Darat: Catatan atas Kitab Hidayatul Adzkiya’ karya Syekh Zainuddin Al-Malibari. Sahifa. 2021