Jendela-jendela rumah terbuka, menebar semilir
Dari dahan-dahan sepasang Tabebuya memagar
Tuhan membuka showroom galeri seni
Pagi ini dilukis roti chiffone di langit
Lengkap dengan kubus-kubus keju
Di dalam penampang berongganya
Bertabur topping parutan keju kecoklatan
Sinar matahari seperti lighting sempurna
Di awan-awan yang menyusun kanvas
Takjub, kupandangi lukisan itu dari ruang tamu
Kuseruput lemon peras bercampur madu
Sembari kulukis roti serupa
Di atas semangkuk bubur ayam berkaldu
Dengan tinta kecap hitam pekat
Tak kudapati karya seindah itu
Di luar, kudengar Cucak Hijau bersiul-siul
Dalam sangkarnya, menyanyikan sumbang penuh sindiran kepadaku, empunya
“Hatimu masih penuh kubus-kubus nafsu
Di dalam penampang iklas yang berongga
Bertabur parutan topping riya berlebihan
Sehingga kau terhijap gelap serupa tinta kecap”
Berulang penggalan bait itu dinyanyikan
Sambil sesekali paruhnya mencicip pisang kepok
Yang berongga dan kuning mirip keju
Takjub, kupandangi keanehannya
Dan lagi, lukisan chiffone Tuhan pun menghilang
Ungaran, Juni 2022
Chris Triwarseno, S.T. , lahir di Karanganyar, 14 Februari . Alumi Teknik Geodesi UGM. Seorang karyawan swasta yang tinggal di Ungaran, Semarang. Penulis buku puisi Bait-bait Pujangga Sepi, aktif di beberapa komunitas literasi, beberapa karyanya diterbitkan oleh beberapa media seperti : Suara Merdeka, nongkrong.co (puisi pilihan redaksi – Bulan April 2022), nadariau.com, riausastra.com, negerikertas.com, Arahbatin.com dan lpmpjateng.go.id. Karyanya tergabung dalam antologi puisi Alam Sejati (Editor : Nia Samsihono, Pengantar : Eka Budianta). Pemenang Lomba Puisi Cinta di kanal youtube Yuditeha – kategori 10 puisi peringkat kedua. Menulis resensi “Tetirah Puisi Bertitimangsa hingga Pandemi” diterbitkan oleh nongkrong.co