Arah Batin | Sebagaimana Islam telah mensyaratkan poligami dengan kewajiban berbuat adil dan membatasi jumlah istri empat orang saja, Islam juga memberikan hak kepada perempuan atau walinya untuk mensyaratkan (pernikahannya) bahwa ia tidak akan dimadu.
Apabila dalam akad nikah seorang istri menyebutkan syarat bahwa suaminya tidak boleh dan tidak akan pernah memadunya, maka akad tersebut sah dan berlaku.
Istri tersebut berhak membatalkan pernikahannya apabila di kemudian hari sang suami melanggar syarat yang diucapkannya pada waktu akad bahwa sang suami tidak akan menikah dengan perempuan lain. Kecuali jika sang istri mengurungkan niatnya untuk membatalkan pernikahan ter-sebut, rela, atau memaafkan suaminya atas pelanggaran yang ia lakukan.
Demikianlah pendapat Imam Ahmad yang ditegaskan kembali oleh Ibnu Taimiyah dan Ibnu Qayyim. Mereka menganggap bahwa syarat yang disebutkan di dalam akad nikah lebih besar pengaruhnya daripada syarat dalam akad jual beli, sewa-menyewa, atau akad-akad lainnya. Oleh karena itu, kewajiban menepati persyaratan tersebut lebih ditekankan dan ditegaskan.
Para murid Imam Ahmad berpendapat demikian berdasarkan dalil-dalil sebagai berikut.
Rasulullah Saw. bersabda,
إِنَّ أَحَقَّ الشُّرُوْطِ أَنْ تُوَفُّوْا، مَااسْتَحْلَلْتُمْ بِهِ الْفُرُوْجَ.
“Sesungguhnya syarat yang paling utama untuk dipenuhi adalah syarat yang berkaitan dengan pernikahan.”